MaulanaJalaluddin Rumi mengingatkan dalam sebuah syair puasa dalam Ghazaliat- nya, Telah datang bulan puasa. Petanda Raja telah tiba. Tahan sejenak makanan-makanan itu. Sebab makanan-makanan jiwa telah tiba. Hantarkan jiwa pada keyakinan. Tahan sejenak tabiat materi. Hati tersesat telah patah. - Bulan suci Ramdhan, merupakan bulan yang telah dinantikan oleh umat muslim. Untuk menyambut bulan suci Ramadhan dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satunya dengan berpuisi. Puisi dengan tema Ramadhan ini, dapat pula menjadi caption media sosial seperti Whatsaap, Instagram, hingga Facebook. Baca Juga Naskah Kultum Ramadhan Hari Kelima dengan Tema Meraih Seribu Bulan Dilansir oleh dari berbagai sumber, berikut puisi dengan tema bulan Ramadhan. 1. Ramadhan Di Kampung Bila Ramadhan tibaMeneteskan air mataSemua orang bergembiraMenyambut ibadah puasa. Orang sekampung berbahagiaMasjid-masjid bersih semuaDemi menyambut tamu muliaBulan Ramadhan yang penuh berkah. Baca Juga Resep Kalio Ayam untuk Hidangan Buka Puasa Ramadhan yang Sederhana dan Lezat

PuisiRumi Tentang Puasa. 13 February 2022 Tulisan Bermakna 1. Sehingga kita dapat bertemu pada "suatu ruang murni" tanpa dibatasi berbagai prasangka atau pikiran yang gelisah. Dalam kitab yang satu dia menjadikan asketisme dan puasa sebagai sumber penyesalan dan syarat keselamatan. Kata Mutiara Jalaludin Rumi Tentang Istri Durhaka Puisi.

Skip to content Belajar Makna Puasa dari Puisi-Puisi Rumi Siapa yang tak mengenal Jalaluddin Rumi, sufi dan pujangga besar yang tidak hanya digandrungi umat muslim tetapi juga masyarakat dunia. Annemarie Schimmel mencatat, tidak ada mistikus Muslim dan penyair dari dunia Islam yang dikenal di Barat sebaik Rumi. Karyanya telah banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dari Timur hingga ke Barat, seperti Indonesia, Mesir, Turki, India sampai Inggris, Jerman, Italia, dan Swedia . Puisi-Puisi Rumi membawa pesan cinta universal dan penuh makna. Karya-karyanya itu diungkapkannya dalam beragam ekspresi, serta mengandung nasihat yang dapat mendamaikan hati bagi para pembacanya. Dalam suasana Ramadhan ini kita dapat memetik mutiara puasa dari Rumi, sebagai bekal untuk lebih semangat menjalani ibadah khusus yang hanya diperuntukkan untuk Ilahi Robbi. Puasa; Melahirkan Cahaya Hikmah Ada yang terasa manis tersembunyi di balik laparnya lambung. Insan itu tak ubahnya sebatang seruling. Ketika penuh isi lambung seruling, tak ada desah rendah atau tinggi yang dihembuskannya. Diwan Syams, Gazal 1739 Dua potong bait puisi di atas, Rumi ingin memberi tahu kita bahwa puasa akan menghadirkan nikmat yang menyenangkan, tetapi itu khusus bagi mereka yang sungguh-sungguh dalam puasanya serta mengharap keridhaanNya. Rumi memakai simbol seruling untuk menggambarkan bahwa sesuatu itu bisa berbunyi mendendangkan suara indah ketika di bagian tengahnya kosong. Namun jika seruling telah terisi, ia tidak dapat bersuara, dengan nada tinggi ataupun rendah. Itu sebagaimana jika perut kita kenyang, malah menyebabkan rasa berat untuk beribadah kepada Allah. Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa atau perutnya dalam keadaan kosong meskipun jasmaninya terpenjara, namun secara ruhani sebenarnya ia telah bahagia karena sayap-sayap jiwanya menembus cakrawala. Puasa; Menyingkap Tabir menuju Ilahi Jika lambung dan kepalamu terasa terbakar karena berpuasa, apinya akan menghembuskan rintihan dari dadamu. Melalui api itu akan terbakar seribu hijab dalam sekejap, kau akan melesat naik seribu derajat dalam jalan dan cita-citamu. Bagi Rumi rasa dzauq puasa ini bagaikan api yang dapat membersihkan jiwa seseorang. Ketika seseorang berpuasa, ia melakukan upaya-upaya untuk melepaskan diri dari dominasi syahwat dan hawa nafsu, serta keinginan diri yang tidak sesuai dengan kehendak Allah yang sejatinya adalah upaya meniadakan diri, seperti menahan lapar dan haus, mengendalikan diri dari tingkah laku yang tidak terpuji. Hal itu sebagaimana kata Imam al-Ghazali bahwa makan dan minum adalah bahan bakar untuk menggerakkan mobil hawa nafsu seseorang, dan perut kenyang itu dapat menggerakkan dua syahwat yang berbahaya yaitu syahwat farji dan dan syahwat lisan. Sebaliknya ketika puasa orang dapat mematikan keinginan-keinginan nafsu ammarah diri yang memerintahkan keburukan. Mengutip Syeikh Abdul Qadir Jailani, sikap berlebihan dalam urusan makan dapat mematikan hati, memadamkan api rindu kepada Allah, dan meredupkan cinta yang hakiki kepadaNya. Tafsir al-Jailani, Juz I, hlm. 158 Dengan demikian menurut Rumi rasa lapar menjadi kendaraan yang mengantarkan tersingkapnya segala hijab yang telah menghalangi masuknya cahaya Ilahi. Hilangnya hijab itu menandakan tak ada yang menghalanginya lagi. Karena ia sudah terlepas dari kendali hawa nafsu dan syahwat, akan mudah bagi seorang abid melakukan perjalanan menuju Allah. Inilah yang dimaksudkan Rumi, puasa adalah jalan untuk menjadi orang yang bertaqwa QS. al-Baqarah [2] 183, dengan kata lain hamba yang taqwa adalah hamba yang telah kosong’ dari selain Allah. Menjadi Hamba yang Bertaqwa Al-Quran menyebutkan bahwa misi akhir puasa adalah supaya seorang hamba bertaqwa. Rumi telah menggambarkan bagaimana hakikat puasa yang merupakan salah satu bentuk pengosongan diri dapat mentransformasi jiwa seseorang yang hasilnya akan akan mewujud dalam dimensi spiritual transendental juga dimensi sosial. Pengertian al-Muttaqin hamba yang takwa di tataran batin adalah ia yang mencerminkan sifat-sifat Ilahi dalam laku hidupnya, hamba yang sepenuhnya sesuai dengan kehendak Allah, dan telah sepenuhnya Allah jaga agar senantiasa ada di atas petunjukNya. Maka takwa merupakan puncak ketinggian rohani mereka. QS. al-Anfal [8] 29 Pada ayat yang lain Allah berfirman, ”Barangsipa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. QS. At-Thalaq [65] 2-3. Jika demikian Allah menjamin kehidupan dan masa depan orang bertakwa, lantas alasan apa lagi yang membuat kita tidak bergegas untuk menempuh jalan taqwa, yang tidak lain adalah sungguh-sungguh dalam berpuasa— berupaya mengosongkan diri, menafikan kehendak-kehendak nafsu dan syahwat. Wallahu a’lam. [AN] Sumber admin2023-04-05T182611+0700 Share This Post Related Posts Page load link Go to Top MaulanaJalaluddin Rumi, salah satu penyair-sufi terbesar dalam sejarah Islam, banyak menyebut puasa dalam puisi-puisinya. Dalam kitab Matsnawi, Rumi menulis tentang esensi puasa: Ketika mulut ini tertutup, maka akan terbukalah mulut lainnya/Untuk bersiap menerima jamuan-jamuan rahasia (Jilid III, bait 3747); Dan Kekuatan Jibril itu bukanlah dari dapur (Jilid III: bait 6). Puisi Ramadhan singkat yang sarat makna dan menyentuh hati ini dapat memberikan kesejukan kalbu dalam menjalani puasa Ramadhan. Yuk, simak selengkapnya. Ramadhan adalah bulan yang paling dinanti-nati oleh seluruh umat islam di dunia, karena hpada bulan ini banyak sekali kemulian-kemulian yang diberikan Allah SWT sehingga bulan ini sangat baik untuk dijadikan sebagai kompetisi’ untuk berlomba-lomba dalam mencapai rahmatnya. Pada bulan ini, selama satu bulan penuh umat islam akan melaksanakan puasa dari matahari terbit hingga matahari terbenam dengan mengamalkan sholat tarawih pada malam hari. Ternyata, banyak lho kegiatan yang bisa kamu lakukan, seperti membaca puisi Ramadhan singkat yang sarat makna dan menyentuh hati untuk menemani kamu menunggu berbuka puasa. Untuk selengkapnya, yuk simak kumpulan puisi Ramadhan singkat berikut. Puisi tentang Ramadhan Terbaik Berikut kumpulan puisi Ramadhan yang menyentuh hati yang bisa kamu baca agar tidak menyia-nyiakan bulan ini. 1. Ramadhan Di Kampung Bila Ramadhan tiba Meneteskan air mata Semua orang bergembira Menyambut ibadah puasa Orang sekampung berbahagia Masjid-masjid bersih semua Demi menyambut tamu mulia Bulan Ramadhan yang penuh berkah Ramai masjid dan mushola Berkumpul ramai anak muda Datang lebih awal orang orang tua Untuk menikmati ibadah bulan puasa Dari rumah terdengar lantunan Orang-orang yang membaca Alquran Seluruh kampung mendapat keberkahan Dengan datangnya Bulan Ramadhan 2. Marhaban ya Ramadhan Terimakasih TuhanKau mempertemukan hambamu dengan bulan yang ku dambakanKau berikan kami tuk harapkan sebuah ampunanSebuah ampunan di bulan suci ramadhan Rasa bahagia yang tak bisa terucap oleh kata-kata Hanya kata-syukur yang terucap penuh rasa pengagunganRasa pengagungan penuh kebahagiaanKarena di beri kesempatan bertemu bulan yang kau agungkan Ku bersihkan jiwa dan raga untuk menyambutnyaKu tanamkan rasa penyesalan di hari-hari sebelumnyaKu sucikan batin tanpa rasa iri tuk memulyakan bulan yang engkau mulyakanKu bersujud padamu tuhan semesta alam Lantunan ayat-ayat Alquran aku dendangkanTuk muliakan bulan yang engkau mulyakanDemi namamu tuhan ku harapkan belas kasihanDan harapkan kekuatan tuk mengisi bulan yang engkau muliakan dengan kebaikanMarhaban ya Ramadhan Baca juga Lagu Religi Islam Terbaik & Terbaru di Tahun 2021 3. Puasa Dipertanyakan Karya Y. S. Sunaryo Niaga dan kongsi banyak yang berhentiJam kerja dipangkas dikurangiTidur sepanjang hari diberi artiKatanya, demi Ramadan bulan suci Raga dimanja-manjaLemas diduga khusuk puasaBerkeringat banyak diwanti-wantiTakut puasa tak kuat sehari Katanya, puasa untuk TuhanHingga tarawih mesti semalamanTadarus palingkan kehidupanMulut-mulut semata wiridan Lalu di mana puasa hendak berperang?Jika serba sendirian menjadi pilihanJalan pagi sunyi bak di pengungsianMenangkah berperang jika sambil tiduran? Ramadan mestilah bukan sebulan kemalasanBukan pula bulan hentikan kepedulianJustru bangkit menangkan keimananCumbui Tuhan dan berjibaku untuk martabat kemanusiaan 3. Dalam Nikmat Tadarus Karya Y. S. Sunaryo Gerimis masih merinai di akhir MeiSebuah anugerah sejukan Ramadan suciBersama tadarus enggan berhentiHingga sahur nikmat tersaji Betapa tinggi keagungan puasa RamadanBangkitkan semangat puncaki kesadaranBahwa Tuhan segala sandaranPada Alqur’an sumber ajaran Ajaran tentang iman dan pembebasan Hingga manusia terikat kepada kebenaranBerbuat kebajikan untuk kemanusiaanTak menyekutukan, tak hunuskan pertengkaran Alquran beningkan jiwa untuk kemuliaan Sucikan debu pada akal pikiranUsai memakna nikmat lantunan tadarusJalan kehidupan semoga sejuk dan lurus 4. Di Penghujung Ramadhan Kala kerinduan belumlah usaiKala penghayatan dalam doa belumlah sempurnaMenapaki lajunya perjalanan yang tiada hentiMenyusuri lorong yang penuh liku menghadang Kuingin Kau basuh dalam renungankuSaat Kau pancarkan cahaya dalam bulan nan muliaMengharapkan ampunan dalam sujudku yang panjangMasihkah kan kupalingkan wajah ini? Ingin kuhapus semua noda dan dosa Ingin kuhempas semua kobaran emosi dalam dadaMeluruhkan jiwa yang sarat dengan hasratTenggelam dalam tangisan penuh sesal Sanggupkah kan kutapaki hariku?Menyongsong esok yang t’lah siap menanti Semoga di penghujungmu ya RamadhanAmpunan Illahi kan terpancar lewat pribadi nan luhur Baca juga Kumpulan Cerita Anak Islami yang Pendek Namun Sarat Pesan Agama Itu dia Toppers kumpulan puisi Ramdhan singkat yang sarat makna dan menyentuh hati. Jika kamu adalah seorang orang tua, puisi bisa dijadikan sebagai bacaan yang cocok untuk anak selama bulan puasa. Semoga, puisi ini bisa memberikan semangat untuk terus berbuat baik dan tidak menyia-nyiakan bulan penuh berkah ini. Penulis Amir Faruqi Aziz & Zihan

Rumimengajak kita untuk melangkah lebih jauh, memaknai puasa secara transendental. Dengan menggunakan redaksi yang berbeda-beda, Rumi memandang puasa sebagai "jamuan rohani". Yaitu, asupan gizi yang sangat dibutuhkan jiwa manusia untuk menajamkan spiritualitasnya. Inilah puasa sebenarnya, bukan hanya sekedar tidak makan dan minum.

Jalaluddin Rumi Muhammad bin Husin al-Khattabi al-Balkhi, dilahirkan di Balkh tanggal 6 Rabi’ulawal 604 H/30 September 1207 M. Ayahnya bernama Bahauddin Walad seorang hakim yang memiliki garis keturunan sampai Sayidina Abu Bakar ash-Shiddiq—sahabat senior Nabi Muhammad sufi termasuk Rumi menyadari betul bahwa pengalaman spiritual itu tidak bisa ditransfer secara menyeluruh dengan bahasa sehari-hari, maka mereka lebih memilih menggunakan bahasa sandi atau bahasa simbol, sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Junaid al-Baghdadi, “Ucapan kami para sufi adalah simbol dan isyarat”.Ibn Arabi di dalam Al-Futūẖāt memberikan penjelasan terkait kenapa para guru sufi memilih bahasa simbolis/isyarat saat membagi pengalaman spiritual mereka? Apa problem bahasa religius yang mereka hadapi? Serta apa dasar mereka memilih bahasa simbol/isyarat?Menurut Ibn Arabi, “Yang dilakukan oleh sahabat-sahabat kami—para guru sufi—yang lebih memilih untuk menggunakan bahasa isyarat itu atas dasar Al-Qur’an sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Sayyidah Maryam saat berhadapan dengan para pendusta, Maryam menunjuk kepada bayinya bagaikan berkata, “Tanyalah anak ini Nabi Isa as., dia akan menjawab, dia akan menjelaskan kepada kamu duduk soalnya!”. Mereka kaumnya berkata “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” Dia Nabi Isa putra Maryam., seketika itu masih bayi berkata “Sesungguhnya aku adalah hamba Allah, Dia telah pasti akan memberiku al-Kitab Injil dan Dia telah pasti akan menjadikan aku seorang Nabi” QS. Maryam [19]29-30. Karena itu, ungkapan/perkataan sahabat-sahabat kami berupa bahasa simbol/isyarat-isyarat, walaupun sejatinya ungkapan mereka itu hakikatnya adalah tafsir dari Kitab Suci yang penuh dengan kemanfaatan. Walau pun demikian, mereka enggan menyebutnya sebagai penjelas tafsir. Dikarenakan, agar mereka terlindungi dari ancaman ulama fikih dan agar tidak mendapatkan tuduhan kafir dari atas dasar itu, Rumi menjadikan puisi sebagai sarana untuk menyampaikan ide mistiknya. Karyanya yang paling terkenal ialah Al-Mastnawi al-Maknawi, terdiri enam jilid yang memuat bait syair mistik dan 424 dengan puasa, di dalam salah satu syair mistiknya, Rumi berkataTahanlah bibirmu dari makan dan minum, bergegaslah menyambut hidangan syair yang lain Rumi berkataKetika kau kosongkan perutmu dari makanan, maka ia akan dipenuhi oleh perhiasan potongan syair di atas menunjukan, Rumi dengan tegas menjadikan puasa sebagai wasilah untuk melahap makanan rohani yang suci. Nyatanya demikian. Ketika perut kita terpenuhi oleh makanan-makanan jasadi efeknya menjadi lemas dan membuat daya analisis kita rendah atau tumpul serta syahwat bengis akan muncul dalam jiwa kita. Hal yang sama juga ketika pikiran kita fokus dengan hal-hal yang bersifat fisik/jasadi, maka kita secara tidak sadar telah menghijab diri kita untuk memikirkan dan mengakses pengetahuan spiritual yang amat dasyat itu. Berkenaan dengan ini, Yahya bin Mu’azd bernah berkata, “Lapar itu seperti cahaya, kenyang bagaikan api, dan syahwat itu diibaratkan kayu yang dapat dibakar yang apinya tidak akan mati sebelum membakar pemiliknya”.Imam al-Qusyairi guru sufi sebelum Rumi dalam Ar-Risālah, Bab Al-Jau’ wa Tark al-Syahwat mencatat Rasulullah teladan utama para sufi termasuk Rumi menjadikan puasa mengosongkan makanan merupakan aktivitas yang sering Anas bin Malik, dikisahkan, “Fatimah pernah membawakan potongan roti kepada Nabi. Singkat cerita, Nabi berkata kepada Fatimah, Potongan Roti ini adalah makanan pertama yang masuk ke perut ayahmu selama tiga hari'”.Estafet ritus puasa untuk dapat mengakses hidangan langit dan pengetahuan sejati dilanjutkan oleh para guru sufi lainnya. Imam al-Qusyairi melaporkan, Sahal al-Tustari bernah berkata, “Ketika Allah menciptakan dunia, Dia menjadikan kenyang untuk kemaksiatan dan kebodohan, dan menjadikan lapar untuk ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan”. Di dalam ucapan yang lainnya, Sahal al-Tustari berkata, “Jika aku lapar akan menjadi kuat dan jika ia makan ia menjadi lemah”.Imam Al-Qusyairi mencatat salah satu mutiara hikmah Syekh Muzhaffar ialah, “Lapar jika dibarengi dengan qana’ah, akan menjadi ladang pemikiran, sumber hikmah dan kehidupan cerdas, dan pelita hati“.Memaknai puasa seperti ini akan berdampak pada transformasi diri, sehingga setiap menjalani perjalanan kehidupan kita bisa menangkap pesan-pesan Tuhan yang terkandung di balik peristiwa yang kita alami. Dengan bercermin pada pandangan Rumi dan para guru sufi yang lainnya terkait puasa, akan membawa kita untuk lebih sigap lagi dalam mempersiapkan diri isti’dād dalam menangkap ilmu Tuhan yang begitu luas. Inilah renungan Maulana Jalaluddin Rumi terkait puasa yang memiliki kesamaan dengan para guru sufi sebelumnya. Sumber BacaanAbul Qāsim Abdul Karīm bin Hawāzin al-Qusyairī, Ar-Risālah al-Qusyairiyyah, diedit oleh Aẖmad Hāsyim al-Salamī, Beirut Dār al-Kutub Al-Ilmiyyah, al-Dīn Ibn Arabī, Al-Futūẖāt al-Makkiyyah, diedit oleh Aẖmad Syamsuddīn. Beirut Dār al-Kutub al-Ilmiyah, Ahmad, Ngaji Rumi Kitab Cinta dan Ayat-Ayat Sufistik, Bandung 2021.
grGKtK9.
  • 599a2cnbao.pages.dev/245
  • 599a2cnbao.pages.dev/737
  • 599a2cnbao.pages.dev/227
  • 599a2cnbao.pages.dev/754
  • 599a2cnbao.pages.dev/973
  • 599a2cnbao.pages.dev/435
  • 599a2cnbao.pages.dev/986
  • 599a2cnbao.pages.dev/101
  • 599a2cnbao.pages.dev/995
  • 599a2cnbao.pages.dev/347
  • 599a2cnbao.pages.dev/414
  • 599a2cnbao.pages.dev/74
  • 599a2cnbao.pages.dev/560
  • 599a2cnbao.pages.dev/331
  • 599a2cnbao.pages.dev/312
  • puisi rumi tentang puasa